Jumat, 07 Oktober 2011

KEBUTUHAN ANAK, berikan hak mereka....

Sebagaimana manusia lainnya, setiap anak memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Huttman dalam Muhifin (2003:3) merinci kebutuhan anak, ialah:
  1. Kasih Sayang Orang Tua
  2. Stabilitas Emosional
  3. Pengertian dan Perhatian
  4. Pertumbuhan Kepribadian
  5. Dorongan Kreatifitas
  6. Pembinaan kemampuan intelektual dan ketrampilan dasar
  7. Pemeliharaan Kesehatan
  8. Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan memadai
  9. Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif
  10. Pemeliharaan, perawatan dan perlindungan.

Untuk menjamin pertumbuhan fisiknya, anak membutuhkan makanan yang bergizi, pakaian, sanitasi dan perawatan kesehatan. Untuk menjamin perkembangan psikis dan sosialnya, anak memerlukan kasih sayang, pemahaman, suasana kreatif, stimulasi kreatif, aktualisasi diri dan pengembangan intelektual. Sejak dini, anak memerlukan pendidikan dan sosialisasi dasar, pengajaran tanggung jawab sosial, peran-peran sosial, dan ketrampilan dasar agar menjadu warga masyarakat yang bermanfaat. Apabila kebutuhan anak tidak terpenuhi maka akan berdampak negative pada pertumbuhan fisik, mental, intelektual dan sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan juga akan mengalami hambatan mental, lemah daya nalar bahkan perilakuk-perilaku maladaptif, ex: autis, nakal, sukar diatur. (Suharto, 1997:363-364).

Sebagai negara hukum, Indonesia sendiri telah 10 tahun lebih meratifikasi Konvensi Hak Anak telah pula meratifikasi Konvensi ILO No. 138 dan 182 yang intinya berupaya mencegah kemungkinan anak terpuruk pada eksploitasi dunia kerja yang produktif bagi kelangsungan pendidikannya. Indonesia juga bahkan telah memiliki undang-undang perlindungan anak yang menjamin upaya pemenuhan kebutuhan anak. Tetapi seperti biasa, dalih krisis ekonomi indonesia yang porak poranda, serta pertumbuhan pembangunan Indonesia yang  kian menaik dan menurun membuat Konvensi dan Perlindungan tentang anak dinomor duakan. Miris sekali, isue tentang anak rawan boleh dikatakan menjadi isue yang jauh tertinggal. Kesejahteraan anak dijadikan isue sekunder setelah isue krisis ekonomi dan pembangunan di Indonesia. Tetapi, bila sedang musim politik dan pemilu, semua partai berlomba-lomba mengeluarkan slogan tentang perlindungan anak dan kaum miskin. Namun, realnya ketika mereka terpilih??? Seperti biasa,  suara anak - anak tak dapat menggugat hak yang belum mereka dapatkan, karna jikalau mereka berkata mungkin tidak akan didengar oleh publik. Sebenarnya, anak yang selalu menjadi tindak kekerasan ketika ia masih dini, atau bahkan ia tinggal di lingkungan yang tidak ada kepedulian. Ketika ia dewasa, ia akan melakukan sebagaimana ia menjadi pelaku kekerasan itu sendiri.

Sebagai kelompok masyarakat yang paling rentan, anak-anak sesungguhnya adalah korban pertama yang paling menderita akibat krisis dan sikap acuh tak acuh negara terhadap arti penting investasi sosial. Di Indonesia menurut data yang ada, saat ini paling tidak ada 11,7 juta anak yang putus sekolah, 10,6 juta anak mengalami kecacatan, 70 ribu anak perempuan terpuruk dalam korban eksploitasi seksual komersial, 400 ribu anak terpaksa mengungsi karena kerusuhan berdarah, puluhan ribu anak hidup di jalanan dan jutaan anak kekurangan gizi serta ribuan anak meninggal karena menderita marasmus dan kwasiorkor. Di Indonesia juga tercatat jutaan anak terpaksa bekerja di sektor publik yang tak jarang sangat berbahaya bagi anak. Dan Di Indonesia, angka kematian bayi dialporkan menempati rangking pertama tertinggi di ASEAN, dimana tiap 1000 kelahiran, 48 bayi diantaranya meninggal sebelum berumur 1 tahun. (Suyanto, Bagong. 2003. Masalah Sosial Anak. Jakarta. Kencana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar